Pesan / Makna Dalam Lagu Gundul-Gundul Pacul
Ada seseorang berkepala botak dengan model cangkul bertingkah lucu, Sedang membawa bakul nasi di atas kepala dengan berlagak Bakul tumpah sehingga nasinya jadi berantakan sehalaman. Bakul tumpah sehingga nasinya jadi berantakan sehalaman
Makna Dalam Lagu Gundul-Gundul Pacul |
Anak anak sangat senang ketika di ajak untuk menyanyikan lagu-lagu anak seperti lagu tadi
"Gundul gundul pacul"
Mereka minta nyanyi terus, diulang ulang pada saat rekaman walaupun hasilnya sudah bagus
Ya, leluhur kita memang cerdik dalam memberikan nasehat
Yang disuruh menyanyi anak-anak, namun sebenarnya itu nasehat untuk orang tuanya
Gundul Gundul Pacul itu memang lagu anak. Namun isinya nasehat untuk para pemimpin dan calon pemimpin.Calon pemimpin dan pimpinan itu adalah saya, Anda, dan anak-anak saya dan anal-anak Anda nanti.
Bagi kalian yang mempunyai cita cita menjadi orang baik dan pemimpin yang baik silahkan berpartisipasi. Kita semua ini sejatinya pemimpin, Ketika kita masih berwujud fisik sel sperma yang jumlahnya ribuan dan kemudian menemukan sel telur di dalam rahim ibu, kita adalah pemenangnya.
Dan setelah lahir di muka bumi, Kita dititipi Allah untuk mengatur bumi ini, Kita diberi gelar khalifah fil ardh. Atau pemimpin di muka bumi. Jadi bukan hanya sultan, raja atau presiden, tapi kita semua menyandang gelar itu. Bukan main main, itu ada di dalam Al-Qur'an. Setelah lahir sebagai bayi, merangkak, kemudian bisa berjalan dan menjadi anak kecil biasanya kita masih susah diatur, dan memang begitu fasenya.
Tidak masalah, karena kalau anak kecil itu malah lucu. Tapi kalau sudah dewasa, ya tidak lucu kalau kamu pipis di depan rumah. Bisa dimarahi tetanggamu, Sebelum pubertas, berlagak itu tidak menjadi masalah. Akil Baligh itu jika laki laki dia sudah pernah mimpi basah, Sedangkan kalau anak perempuan dia sudah mengalami menstruasi. Artinya jika kita sudah mengalami mimpi basah untuk laki-laki dan menstruasi untuk perempuan kita sudah dianggap mumayyiz.
Mumayyiz itu sudah mampu membedakan yang benar dan yang salah. Setelah mumayyis kita diperintah untuk "membawa bakul nasi di atas kepala". Wakul adalah kiasan dari aturan dari yang Maha Memberi Hidup
"Meletakkannya di atas kepala" itu adalah bentuk tanggung jawab atas apa yang boleh dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Setelah itu kamu tidak boleh seenaknya lagi.
Jika aturan tadi kamu langgar, "nasimu bisa tumpah berantakan hingga memenuhi halaman". hidup kamu akan jadi tidak karuan.
Lagu ini sebenarnya bukan lagu yang berat, Malah termasuk kategori lagu anak-anak. Segmen lagu ini memang awalnya untuk anak-anak Anak kecil itu masih polos dan masih mudah dinasehati. Jika yang ditiru baik maka menjadi baik, jika yang ditiru buruk maka menjadi buruk.
Lagu anak-anak dan konten anak-anak itu memang bertahan lama, Lihat saja video-video di youtube yang ada hubungannya dengan anak-anak, Yang menonton jutaan bahkan miliaran. Walaupun pada jaman wali dulu belum ada Youtube. Namun fenomena ini telah disadari oleh para wali di masa lalu dengan menciptakan lagu-lagu yang bisa viral sepanjang masa, tidak terbatas hak cipta dan siapapun bisa menyanyi tanpa diminta royalti.
Menurut banyak sumber, lagu "gundul gundul pacul" ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga, Salah satu dari walisongo yang kita kenal hidup pada abad ke-15 hingga awal abad ke-16. Dan ternyata, pesan yang ada dalam lagu tersebut masih relevan sampai sekarang artinya luas dan luwes, bukan hanya untuk umat Islam saja, tapi universal
"Gundul Gundul Pacul Cul"
"Gembelengan"
"Gundul Pacul" jika diterjemahkan secara langsung berarti model potongan rambut gaya bros, semua plontos kecuali disisakan sedikit di depan mirip seperti cangkul. Mirip seperti model rambut Ronaldo, pesepakbola Brasil di masa lalu.Nah, anak-anak jaman dulu rata rata memang gaya rambutnya seperti itu, Belum kenal yang namanya mohawk cut atau middle leg.
Anak kecil yang masih gundul dan polos itu jika berlagak masih dimaklumi dan lucu dan tidak menjadi masalah, karena dia belum punya tanggung jawab "membawa bakul di kepala". Jika dimaknai lebih dalam,
"Gundul" dalam istilah jawa berarti kepala
"Sirah" (bahasa Jawa ngoko)
"Mustoko" (Bahasa Jawa Krama Inggil)
Bagi orang dewasa, kepala merupakan lambang kehormatan dan martabat. Jika kepala Anda didorong oleh orang yang tidak Anda kenal. Anda pasti tidak terima, anda akan marah. Apalagi jika diinjak, anda akan berani melawannya, Sedangkan rambut adalah mahkota, lambang keindahan kepala. Oleh karena itu, "Gundul" dalam lagu ini adalah kiasan yang berarti kehormatan tanpa mahkota.
"Pacul cul"
"Pacul" adalah alat pertanian yang terbuat dari lempengan besi berbentuk persegi panjang Dalam bahasa Indonesia adalah cangkul. Cangkul juga sebagai simbol dari rakyat kecil, dulu di jawa rakyat kecil rata-rata adalah petani Mayoritas berprofesi sebagai petani. Menurut filosofi Jawa, cangkul adalah empat yang lepas "ucul". Artinya kejayaan seseorang itu sangat bergantung pada empat hal, yaitu cara kita menggunakan mata, hidung, telinga, dan mulut. Jika keempat hal ini hilang ("ucul"), maka kehormatan atau martabat orang itu juga akan hilang.
Dalam hal kepemimpinan Empat hal tersebut adalah :
1. Mata harus digunakan untuk melihat masalah rakyat.
2. Telinga harus digunakan untuk mendengarkan nasehat yang baik.
3. Hidung harus digunakan untuk mencium aroma kebaikan.
4. Mulut harus digunakan untuk mengucapkan kata-kata yang adil
Jika kepalanya baik maka 4 perilaku dari filosofi pacul tadi akan bisa baik Untuk menjadi baik, syaratnya tidak boleh "Gembelengan" (Seenaknya sendiri)
"Gembelengan"
"Nyunggi nyunggi wakul kul"
"Gembelengan"
Anak kecil jaman dulu memang dilatih bertanggung jawab dengan membantu pekerjaan orang tuanya Misalnya jika anaknya seorang petani biasanya sering dimintai tolong untuk mengantarkan makan siang untuk ayahnya yang bekerja di sawah. Nasinya dimasukkan ke dalam bakul dan dibawa diatas kepala. Sebelum berangkat, biasanya ibunya berpesan, Jangan banyak tingkah ya nak, nanti bakulnya bisa tumpah. Kalau tumpah nanti nasinya bisa bertebaran sampai memenuhi halaman, Iya Mak.
Dalam konteks filsafat, "Gembelengan" itu artinya besar kepala, sombong, dan terlalu banyak bermain-main dalam menggunakan kehormatan yang didapat. Itulah sebabnya kata "nyunggi wakul" (meletakkan bakul di kepala) itu kalimat yang ditujukan untuk pemimpin.
Pemimpin yang terpilih itu sebenarnya bukan orang yang mendapatkan mahkota, Tetapi dia mendapatkan cangkul untuk bekerja demi kesejahteraan masyarakat. Pemimpin memang harus dihormati karena dia adalah simbol kehormatan, Pemimpin itu ibarat kepala, Tetapi tidak juga harus disembah, Karena dia adalah wakil kita. Jika terjadi kesalahan, Anda harus berani meningatkan dengan dengan cara yang baik.
Contohnya: Wahai Paman, maaf, Anda mencangkulnya kurang dalam. Namun bagi orang yang telah kehilangan hakekat empat ujung cangkul Bisa menjadikan dia sombong atau seenaknya sendiri, Sebelum jadi pejabat, dia berjanji akan melakukan dengan baik, Setelah jadi pejabat kemudian dia lupa dengan cangkulnya. Dia sudah diberi cangkul untuk melihat, mendengar, mencium dan berkata baik tapi malah tidak digunakan.
Di suruh membawa bakul di kepala (kepercayaan) tapi malah seenaknya sendiri, kebanyakan gerak ke kiri dan ke kanan. Bakul itu tadi kan isinya nasi, Bakul berisi nasi itu yang sebenarnya amanah itu malah ada yang dimakan sendiri. Dikorupsi.
Lalu ada juga, saat membahas Undang Undang malah tidur atau bolos. Yang seperti itu juga ada Jadi "wakul" itu melambangkan amanah masyarakat. Itu sebabnya ketika Anda membawa "wakul" namun kebanyakan bertingkah, serakah, dan sombong maka dapat membuat "wakul" anda jatuh
"Wakul ngglempang, segane dadi sak latar"
"Wakul ngglempang, segane dadi sak latar"
"Wakul ngglimpang" (Bakul nasi yang jatuh dari atas kepala) merupakan simbol kepercayaan masyarakat yang telah hilang.Tergelincir, jatuh.
Bisa jadi karena kasus ini atau sesuatu yang lain. Nasinya jadi berceceran sehalaman, Nasinya jadi tumpah semua hingga memenuhi halaman. Nasi yang seharusnya bisa dimakan rakyat menjadi terbuang sia sia. Sebuah amanah yang seharusnya dilakukan dengan hasil yang baik menjadi tidak ada hasil, menjadi sia-sia. Sudah tidak bisa dimakan lagi, tidak berguna untuk kesejahteraan masyarakat.
Naisi yang tumpah itu akhirnya memang tidak bisa dimakan, Tetapi kejadian tumpahnya bisa membuat keonaran. Contohnya kejadian kerusuhan yang pernah terjadi pada tahun 1998. Jadi, Pemimpin itu tanggung jawabnya besar. Makanya kalau ada pelantikan, seharusnya setelah sumpah jabatan, Semua pejabat terpilih, kalau menurut saya, mereka seharusnya diminta menyanyikan lagu "Gundul Pacul" ini secara bersama-sama, dan kemudian diberi cangkul satu per satu, secara simbolis, biar mereka sadar bahwa tugas setelah pelantikan itu adalah bekerja untuk rakyat.
Lagu ini sebenarnya juga berlaku untuk kehidupan berumah tangga. Saat memilih jodoh, lagu ini juga memberikan pesan yang jelas. Jangan memilih pasangan yang banyak tingkah. Nanti tempat nasimu akan tumpah, Berantakan dan tidak karuan. Jaman sekarang, banyak orang yang ingin menjadi pemimpin namun dia belum bisa memimpin. Sebaliknya, banyak orang ingin dipimpin oleh seseorang yang bisa memimpin, Namun tidak dapat memilih orang yang bisa memimpin.
Dalam sistem demokrasi, Kualitas pemimpin itu tergantung dari kualitas rakyatnya. Itu cerminan, Lalu, pemimpin yang baik itu ciri cirinya bagaimana?
Nah, ini penting, Menurut Ki Hajar Dewantara, Ciri-ciri pemimpin yang baik ada tiga, yaitu
Ing Ngarso sung Tuladha,
Ing Madyo mangun Karso
dan Tut wuri handayani.
Apa maksudnya?
Ngarso sung Tuladha artinya adalah orang yang berada di depan Yang memegang komando. Jadi jika kamu menjadi pemimpin, yang memegang tongkat komando adalah Anda. Kalau di militer itu seperti panglima. Anggota anda kalau anda suruh belok kiri mereka akan belok kiri. JIka anda suruh bubar, mereka juga akan bubar.
Di bab ini, pemimpin harus punya aturan yang dilaksanakan anak buahnya.Nah, bagaimana caranya agar aturan itu tidak bisa diterima dan bisa dilakukan dengan baik?
Kita harus bisa memberi contoh dulu. Menjadi panutan. Apa yang kita katakan harus kita lakukan. Itu yang dimaksud ing ngarso sung tuladha. Jika Anda seorang pemimpin, semua yang Anda lakukan dilihat oleh anggota Anda. Maka jika contoh Anda salah, mereka juga akan meniru dan salah, dan jika itu dalam sistem organisasi, akhirnya bisa menjadi kebiasaan dan budaya yang salah.
Jika ada yang salah dan kita peringatkan, biasanya mereka menjawab begini:
Biasanya kan seperti ini, Mas. Nah ini menjadi kebolak balik, kebiasaan yang salah bisa dianggap benar, Sedangkan yang benar hanya karena belum terbiasa dianggap salah. Ini kan masalah.
Memberi contoh yang benar adalah tanggung jawab yang diibaratkan membawa bakul di kepala. Yang kedua, "Ing Madyo Mangun Karso". Jika bahasan sebelumnya adalah tentang memberi contoh dengan berada di depan.
Maka pada bab ini, pemimpin juga harus dapat menempatkannya di tengah-tengah para anggotanya, untuk memberikan dorongan, motivasi dan rangsangan agar para anggotanya dapat mencapai kinerja yang lebih baik. Kadang-kadang turun kebawah itu perlu untuk dapat mengidentifikasi apa yang dibutuhkan anggota. Jadi itu bukan hanya dapat data dari yang dilaporkan oleh manajer saja. Namun perlu untuk cross check langsung di lapangan.
Dari kegiatan turun ke lapangan ini, pemimpin jadi dapat memahami kebutuhan nyata anggotanya, dan kemudian dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan tepat. Sehingga kebijakan yang dibuat nantinya bisa tepat dan tidak hanya perkiraan.
Nomor tiga adalah Tut Wuri Handayani, Tut wuri itu artinya mengikuti belakang. Walaupun dari belakang, tetapi tetap bisa mempengaruhi. Jadi berada di belakang, mendorong, namun mempunyai dampak, Pemimpin itu mempunyai tugas memelihara dan mendidik, Memelihara dan mendidik itu tidak bisa dengan memaksa dan harus pelan pelan.
Mengikuti dulu baru kemudian memimpin, Jika dalam teori NLP dinamakan leading by following , Kalau dalam ilmu pemerintahan ini disebut bottom up system untuk melaksanakan visi misi dengan sosialisasi yang pelan-pelan mulai dibiasakan. Contoh paling sederhana adalah penerapan kartu tol, kebiasaan orang sebelumnya menggunakan uang tunai, kebiasaan itu sudah ada puluhan tahun, jika diterapkan langsung tentu akan dapat menimbulkan protes. Tentu saja kaget, apalagi sepeti saya yang hidup. di pedesaan dan jarang ke kota.
Implementasinya pelan-pelan, bertahap, Awalnya masih ada petugas tolnya dan masyarakat masih boleh memilih untuk membayar tunai atau dengan kartu. Bagi yang masih membayar tunai sekaligus diberitahu bahwa kedepan sudah tidak bisa cash lagi pada tanggal sekian akhirnya ketika lewat situ lagi, Sudah lebih banyak orang yang telah terbiasa menggunakan kartu.
Nah, setelah sudah terbiasa, baru diterapkan 100% cahsless. Ini adalah bagian tersulit, biasanya pemimpin tidak sabaran. Contoh model paling mudah kita lihat dalam bab ini adalah metode yang dilakukan para Wali Songo di Jawa jaman dulu. Mereka tidak langsung mengatakan halal, haram, bid'ah atau kafir, tapi mereka memahami dulu apa yang menjadi budaya orang jawa. Yang sama secara tauhid dengan ajaran Islam diteruskan, dan yang beda diubah, namun perlahan-lahan.
Bancaan tetap masih boleh, tetapi doa-doanya bukan untuk selain Allah SWT dan masih banyak contoh lainnya. Untuk dapat melakukan ketiga hal tersebut, pemimpin harus memiliki sifat dan kualitas empat
empat yang tidak bisa lepas. Yaitu, Shidiq atau jujur, amanah atau dapat dipercaya, tabligh atau komunikatif. Jadi pemimpin itu harus pandai berkomunikasi, fatonah atau cerdas. Jika seorang pemimpin jujur, amanah, komunikatif dan cerdas maka dia bisa memiliki empat ajian.
1. Matanya bisa digunakan untuk melihat masalah.
2. Telinganya dapat digunakan untuk mendengarkan nasehat baik, mana yang benar mana yang salah.
3. Hidungnya dapat digunakan untuk mencium aroma kebaikan.
4. Mulutnya dapat digunakan untuk mengeluarkan kata-kata yang adil.
Sekian blog kali ini mengenai Pesan / Makna Dalam Lagu Gundul-Gundul Pacul , apabila terdapat kesalahan mohon maaf karena saya manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan, sekian Terimakasih telah mengunjungi blog saya .
[' ']
Komentar